Rektor Universitas IBA Palembang Jadi Narasumber Diacara Seminar Nasional Dan Kongres Alumni Sekolah Demokrasi Sumsel, Berikut Hal Yang Disampaikannya Kepada Peserta Seminar

 

Palembang. Berita Suara Rakyat. Com

 

Rektor Universitas IBA Palembang dr Tarrrech Rasyid, M.Si menghadiri sekaligus menjadi narasumber diacara seminar nasional dan kongres alumni sekolah demokrasi Sumatera Selatan (Sumsel).

 

Adapun seminar ini sendiri mengambil tema “Memperkuat demokrasi merawat kebangsaan” yang diselenggarakan oleh Alumni Sekolah Demokrasi Sumsel yang dipusatkan di Grandballroom Swarna Dwipa Palembang, Sabtu (2/9/2023).

 

Dikatakan Rektor Universitas IBA Palembang dr Tarrrech Rasyid, dimana untuk alumni Sekolah Demokrasi itu awalnya pada tahun 2006, waktu itu masih awalnya komunitas Indonesia Demokrasi yang di pimpin di Jakarta membuat iklan lah ada program tentang sekolah demokrasi di salah satu koran harian besar di Jakarta. Untuk Yayasan Puspa dapat informasi langsung bukan ditelepon untuk ikut serta, dan kita juga lihat media cetak harian besar pada saat itu.

 

“Dan pada saat itu ada sekitar ratusan NGO yang ikut kompetisi, dimana pada waktu itu ada 3 daerah yang harus diisi salah satunya adalah Banten, Sumsel, dan Aceh yang disudahi,” ujarnya.

 

Kemudian, banyak NGO yang ada di Indonesia ikut semua, sedangkan untuk di Sumsel hampir mau 20 an lebih proses seleksinya. Sedangkan untuk proses seleksinya panjang hampir setahun, mulai dari administrasi, dan sebagainya serta yang terakhir itu adalah pemaparan konsep sekolah demokrasi. Kita waktu itu di Sumsel ini bersaing dengan 3 organisasi, dan kalau tidak salah duanya dari luar Sumsel.

 

“Dimana 3 organisasi ini diseleksi ulang di Jakarta, membawakan konsep sekolah demokrasi apa yang mau dibangun. Kemampuan apa menggunakan teknologi komputer, pada waktu itu kita belum mahir untuk menggunakannya,” ungkapnya.

 

Dilanjutkannya, laptop itu saja masih baru-baru lihat itu, lihat laptop. Diserahkan pakai laptop itu  bingung juga bagaimana cara mengoperasikan, biasanya pakai komputer yang tabung zaman dahulu, pakai disket yang masih lebar bulat itu. Itu sudah pakai laptop dari Amerika yang dipakai oleh salah satu Wartawan Media Cetak Harian dan dia merupakan lulusan dari Australia. Dia adalah salah satu board di komunikasi Indonesia Demokrasi.

 

 

“Beliau bagian yang menguji, diuji lah disana, mirip ujian kayak kita mempertahankan tesis, dihajar itu, alhamdulillah lolos disana, dan akhirnya sempat terpilih, dari sanalah kita membangun itu dan itu pada tahun 2006 pertama kali di Banyuasin,” katanya.

 

 

Masih dilanjutkannya, jadi pada tahun 2006 ini sekolah demokrasi ini pertama kali di Banyuasin, memang di wajibkan di kota dan kabupaten. Pilihan-pilihannya harus, dimana pada waktu itu baru mekar, Banyuasin itu baru mekar dari Musi Banyuasin, kantor tidak ada, proses demokrasi serta problem-problem demokrasi besar disana, dan pastinya partai baru dan kami mengambil disana pertama kali.

 

“Pada tahun 2006, 2007, 2008 di Banyuasin, 3 tahun kemudian kita pindah ke Ogan Ilir (OI) pada tahun 2008, 2009, 2010, dan untuk di Prabumulih sendiri itu sampai tahun 2016. Dari setiap yang daftar, harus daftar itu, mirip-mirip rekrutmen prosedurnya pemilihannya,” ucapnya.

 

 

Masih diungkapkannya, untuk yang daftar banyak sekitar 200 orang yang daftar, tapi itu dibutuhkan 1 kelas, yakni antara 30-35 siswa, seleksinya sangat ketat sekali. Hasilnya dari 2006 sampai ke 2015 itu sudah 9 tahun ini, alumninya sudah banyak berkiprah diberbagai lembaga negara, ada di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), ada di partai politik, ada yang jadi anggota dewan, dan sebagainya.

 

 

“Karena dahulu memberi materi, antara kemampuan berbicara dan menulis, ada juga yang menjadi kepala desa mungkin ada 15 San lebih yang menjadi alumni didalamnya. Ada beberapa dimana ada 4 kelompok yang disampaikan didalam seminar ini yang kaitannya dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,” imbuhnya.

 

 

Masih disampaikannya, demokrasi kita hari ini justru tidak sehat-sehat amat, malah ada yang berpendapat demokrasi kita ini berada didalam posisi cacat, kalau kita lihat indeks demokrasi kita jauh dibawah itu. Jadi harus kita, anak-anak muda sekarang terutama teman-teman aktor demokrasi dari alumni sekolah demokrasi, saya perlu melihat, atau perlu menghidupkan, atau menggerakkan aktivisme hukum tadi, bahkan perlu membangun sebuah gerakan.

 

 

“Tadi disebut dan disinggung gerakan sosial, dalam kaitan itu saya melihat aktor-aktor demokrasi yang di katakanlah yang di “Produksi” oleh pemerintah sendiri. Hukum kita hari ini sudah menjadi sebuah alat pembunuh ataupun banyak praktek-praktek hukum, saya kira da yang menjadi bagian dari korban hukum sebagai alat politik,” bebernya. (Anton)

Pos terkait