Setiap Perusahaan Kita Lakukan Sosialisasi Terhadap Karhutlah, Ini Hal-Hal Yang Disampaikan Kepala Disbun Sumsel

 

Palembang. Berita Suara Rakyat. Com

Wilayah provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) khususnya dibeberapa titik yang ada dikabupaten/kota provinsi Sumsel saat ini masih pantau beberapa firespot atau hotspot yang bisa mengakibatkan kebakaran baik kebakaran hutan dan lahan (karhutlah) yang ada disekitar wilayah atau daerah tersebut.

 

Dimana sampai saat ini khususnya wilayah kota Palembang masih sangat terasa sekali asapnya, karena da dampak dari karhutlah terjadi dibeberapa daerah yang ada di Sumsel karena dibawa angin asapnya, demikian diutarakan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Sumsel Ir Agus Darwa, M.Si saat ditemui diruang kerjanya.

 

Dikatakan Kepala Disbun Provinsi Sumsel IR Agus Darwa, M.Si, disini kami jelaskan terlebih dahulu bahwa Disbun provinsi Sumsel itu punya tanggung jawab dibidang teknis dari hulu ke hilir. Dimana hulu itu sendiri dimulai dari bagaimana teknis membuka lahan sampai dengan bagaimana panen, sehingga dia menghasilkan yang baik.

 

Dimana itu semua komoditi yang masuk dalam komoditi perkebunan, jadi bukan hanya sawit, karet, kopi, tetapi semua komoditi perkebunan tapi termasuk tebu teknisnya itu yang saya jelaskan seperti itu fungsinya. Untuk perusahaan dimana dinas provinsi ini punya aturan yang dituangkan di dalam peraturan peraturan Perundang-undangan.

 

“Kalau perusahaan itu tidak lintas daerah, maka itu menjadi tanggung jawab daripada kabupaten, kalau perusahaan apa pun itu yang tidak lintas daerah, sebagai contoh perusahaan A hanya ada di kabupaten Banyuasin saja, dan itu menjadi tanggung jawab kabupaten Banyuasin, namanya tidak lintas daerah,” ujarnya.

Kemudian, di mana perizinan serta semuanya menjadi tanggung jawab kabupaten/kota di mana pun perusahaan itu berada. Apabila perusahaan itu lintas daerah di dalam provinsi Sumsel, sebagai contoh misal perusahaan A ada di kabupaten A, kabupaten B, ataupun kota, itu baru tanggung jawab provinsi itu dari hal pembinaan termasuk teknisnya.

 

Masalah HGU itu menjadi domainnya Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) kantor wilayah (kanwil) Sumsel, karena yang tahu batas, yang tahu titik koordinat sesuai dengan usulan perusahaan perizinannya maka itu domainnya adalah ATR/BPN.

 

“Dimana izin pendirian perusahaan itu menjadi domainnya Dinas Penanaman Modal Terpadu Per (DPMTPSP), jadi apa fungsi Disbun dalam tanda izin, kami hanya memberikan rekomendasi apabila dibutuhkan oleh DPMPTSP,” ungkapnya.

 

Dilanjutkannya, apabila DPMPTSP merasa perlu dukungan data, maka mereka akan bersurat ke kami, meminta dukungan data berupa rekomendasi. Kami juga memberikan rekomendasi itu tidak langsung memberi rekomendasi, tapi kami juga akan mengecek, karena tanggung jawab kami mulai dari buka lahan.

 

Sebagai contoh, apakah daerah itu mineral, apakah daerah itu lebak, dan apakah daerah itu gambut, setelah kami cek dan survey baru kami memberikan penjelasan serta keterangan kepada DPMPTSP kondisi lahan perusahaan tersebut seperti itu, itulah bentuk kami ke DPMTPSP.

 

“Kemudian masalah karhutlah, kebakaran hutan dan lahan kebun ini, di mana ini kan bencana yang tidak yang kehadirannya tidak dikehendaki oleh siapa pun, dengan ”kemungkinan ada satu atau dua orang yang menghendakinya”, sebagai contoh misalnya masyarakat tidak punya modal,” katanya.

 

Masih dilanjutkannya, di mana masyarakat mau membuka lahan untuk membudidaya tanaman untuk hasil hidupnya, yakni mengambil jalan pintas yakni dengan membakar. Dan lokasinya pun biasanya jauh dari pantauan, sehingga sulit untuk kita ketahui, dan itu kemungkinannya seperti itu, bisa jadi ada yang sengaja membakar dengan tujuan-tujuan tertentu.

 

Misalnya kebakaran di kebun, di mana kebakaran di kebun ini pasti perusahaan sangat menyayangkan, karena tidak perusahaan yang mau merugi. Kalau kebun itu terbakar cost yang dipergunakan mulai membuka lahan, sampai dengan tanah, beli bibit, pupuk, dan tanaman tumbuh bayangkan berapa biaya, masa dibakar oleh perusahaan.

 

“Jadi diisinyalir ini ada kemungkinan faktor-faktor X , sehingga kebun itu atau perkebunan itu terbakar, tapi masyarakat kadang-kadang beranggapan bahwa perusahaan yang membakar, sehingga selalu perusahaan itu dijadikan kambing hitam,” ucapnya.

 

Masih diungkapkannya, bisa juga kebakaran di dalam kebun ini akibat loncatan api, di mana loncatan api dari tempat lain, misal ada hutan yang terbakar, kemudian percikan apinya terbang, masuk ke daerah perkebunan, mungkin kebun itu juga kotor, dalam arti kotor dengan semak belukar yang sudah kering, sehingga begitu ada percikan api kena angin ini bisa memicu timbulnya api dan menyebabkan kebakaran.

 

Sehingga seolah-olah perusahaan yang membakar, ini saya bukan membela perusahaan, tapi kita lihat situasi dan kondisi di lapangan, jadi banyak faktor yang menyebabkan hutan itu terbakar. Contoh daerah gambut, di mana gambut itu adalah kalau kita lihat dari bahan batu bara muda yang mudah terbakar, mulai dari kedalaman 6 meter.

 

“Sehingga kalau dia terjadi panas terik, bisa saja dia terbakar mengeluarkan uap panas sehingga itu menjadikan gesekan-gesekan asap, mengeluarkan asap membuat terbakar dan ini memang sulit di padamkan kalau gambut itu sudah terbakar,” imbuhnya.

 

Masih disampaikannya, fungsi kami apa sebagai Disbun dalam menanggulangi ini, kami tetap mensosialisasikan kepada masyarakat untuk tidak membuka lahan untuk bercocok apapun dengan cara membakar itu yang pertama yang kami sosialisasikan kepada masyarakat melalui dinas kabupaten/kota dan melalui asosiasi-asosiasi yang bergerak dibidang perkebunan.

 

Kami juga koordinasi dengan pihak perusahaan perkebunan untuk menyiapkan sapras, yakni sarana dan prasarana karhutlah, misalnya pendirian menara pantau di setiap 500 hektar harus minimal satu menara pantau dengan ketinggian 15 meter untuk memantau apabila terjadi percikan api atau spot, seperti spot atau misalnya ada asap yang timbul.

 

“Sehingga dia cepat berkomunikasi ke posko induk dan perusahaan, maka harus ada sapras  menara pantau, kemudian alat pemadam kebakaran, misalnya mobil tanki perusahaan dengan dilengkapi dengan mesin-mesin pompa semprot, alat-alat mesin gendong mereka dengan mereka team khusus yakni team karhutlah perusahaan,” bebernya.

 

Ditambahkannya, ini yang kami bina, check and ricek selama ini kepada perusahaan selaku tanggung jawab kami terhadap membina perusahaan, dan ini sudah dilakukan terus menerus. Kami tetap mengajak para perusahaan serta mitra-mitra kami untuk melakukan pembinaan dan pembedayaan masyarakat sekitar perkebunan, minimal misalnya membantu melalui dana Coorporate Social Responsibilty (CSR) atau dana lainnya.

 

Sehingga masyarakat ini yang biasa membuka lahan cara membakar itu diajak dan diberdayakan ayo mungkin jangkauan-jangkauan tertentu areal bisa perusahaan membantu dan meminjamkan menggunakan alatnya untuk membantu membuka lahan ini sudah dengan peraturan menterinya tentang pemberdayaan masyarakat di sekitar kebun yang di bina oleh perusahaan dan terus gencar dilakukan.

 

“Jadi ini suatu hal yang memang bencana alam di provinsi Sumsel, bahkan bukan hanya Sumsel saja, melainkan Kalimantan, Riau, dan sebagainya, bahkan ini bencana nasional, yang penting upaya kami tetap melaksanakan sosialisasi dan upaya pembinaan terhadap masyarakat, asosiasi, dan perusahaan untuk bersama-sama kita berjibaku mengatasi karhutlah ini,” jelasnya.(Anton)

 

Pos terkait