Wacana Penerapan Ganjil Genap di Palembang, Andreas Okdi Priantoro : Butuh Kajian Mendalam dan Sosialisasi

Palembang. Berita Suara Rakyat. Com

Wacana penerapan sistem ganjil genap sebagai solusi mengatasi kemacetan di Kota Palembang kembali mencuat. Namun, Anggota DPRD Kota Palembang dari Fraksi PDI Perjuangan, Andreas Okdi Priantoro, SE.Ak., SH, menegaskan bahwa kebijakan ini tidak bisa diterapkan secara tergesa-gesa tanpa kajian mendalam dan sosialisasi yang komprehensif kepada masyarakat.

 

Andreas menyebutkan bahwa meski wacana ini sudah lama bergulir, hingga kini belum ada kejelasan mengenai mekanisme penerapannya. Ia menekankan bahwa Palembang, yang tengah berkembang sebagai kota jasa, membutuhkan sistem rekayasa lalu lintas yang lebih luas dan terencana, bukan sekadar penerapan ganjil genap.

 

“Saat ini ada beberapa ruas jalan di Palembang yang dalam 10 tahun terakhir masih menggunakan satu atau dua jalur. Ini juga perlu dievaluasi sebagai bagian dari penataan lalu lintas secara menyeluruh.

 

Jika Pemkot serius ingin menerapkan sistem ganjil genap, maka harus ada kajian mendalam terkait dampaknya bagi masyarakat dan perekonomian kota,” ujarnya kepada media, Selasa (18/3/2025).

 

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa regulasi yang mengatur kebijakan ini harus jelas, baik melalui peraturan wali kota (Perwali) maupun peraturan gubernur (Pergub).

 

“Hal ini penting mengingat status kepemilikan jalan di Palembang beragam, meliputi jalan milik Pemkot, provinsi, hingga jalan nasional,”kata Andreas

 

Andreas juga menyoroti kurangnya sosialisasi terkait kebijakan ini. Menurutnya, DPRD Kota Palembang belum menerima informasi resmi dari pemerintah kota terkait penerapan ganjil genap.

 

“Sejauh ini, kami hanya mengetahui rencana ini dari media. Pemkot, khususnya Dinas Perhubungan, belum mengajak masyarakat untuk berdiskusi secara luas.

 

Masyarakat perlu memahami apa itu sistem ganjil genap, bagaimana mekanismenya, serta dasar hukumnya. Jangan sampai kebijakan ini diterapkan tiba-tiba tanpa persiapan yang matang,” tegasnya.

 

Selain itu, Anggota Komisi III DPRD Kota Palembang ini juga mempertanyakan apakah sistem ini hanya akan diterapkan di satu ruas jalan tertentu, seperti Jalan Jenderal Sudirman dari Polda Sumsel hingga Jembatan Ampera. Jika demikian, kebijakan ini dinilai tidak efektif dan justru dapat menimbulkan persoalan baru di jalur-jalur alternatif.

 

“Kalau hanya satu ruas jalan yang diberlakukan, tentu akan menimbulkan pertanyaan di masyarakat. Pemkot perlu melakukan kajian yang lebih luas, termasuk menghitung jumlah kendaraan yang melintas di jam sibuk serta dampaknya terhadap kepadatan di jalur alternatif,” katanya.

 

Andreas juga menyoroti dampak kebijakan ganjil genap terhadap kendaraan layanan publik seperti ojek online, bentor, taksi, dan kendaraan feeder, yang banyak melayani mobilitas masyarakat.

 

“Apakah mereka akan diberikan pengecualian atau justru ikut terdampak? Sampai saat ini belum ada regulasi yang mengatur pengecualian ini. Jangan sampai kebijakan ini justru menyulitkan kelompok yang bergantung pada mobilitas untuk mencari nafkah,” paparnya.

 

Selain itu, kendaraan layanan darurat seperti ambulans rumah sakit, yang banyak melintas di Jalan Sudirman, juga perlu mendapat perhatian khusus. Ia berharap ada kebijakan yang mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan pelayanan publik dalam penerapan ganjil genap.

 

 

Lebih jauh, Andreas menegaskan bahwa kebijakan ganjil genap tidak boleh hanya sekadar membatasi kendaraan pribadi tanpa solusi transportasi massal yang memadai. Menurutnya, Pemkot harus lebih aktif mengkampanyekan penggunaan LRT Palembang, bus Transmusi, dan feeder sebagai alternatif transportasi bagi masyarakat.

 

“Jika memang tujuan utama kebijakan ini adalah mengurangi kemacetan, maka pemerintah kota juga harus berbicara tentang bagaimana menyediakan sarana transportasi massal yang lebih menarik bagi masyarakat.

 

Palembang sudah memiliki infrastruktur transportasi yang jauh lebih lengkap dibanding kota lain di Sumatera. LRT yang modern, ditunjang dengan armada Transmusi dan feeder yang mengelilingi kota, seharusnya dapat menjadi solusi utama,” ungkapnya.

 

Ia bahkan mengusulkan agar pemerintah memberikan subsidi bagi warga Palembang yang menggunakan transportasi umum, sehingga lebih banyak masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi massal.

 

“Jika Pemkot serius ingin mengurangi kemacetan, maka doronglah penggunaan transportasi umum dengan memberikan subsidi, tarif murah, atau fasilitas yang lebih nyaman. Ini jauh lebih efektif dibanding hanya menerapkan sistem ganjil genap,” tegasnya.

 

Andreas juga mendorong agar setiap kebijakan rekayasa lalu lintas melibatkan berbagai pihak, termasuk akademisi, pemerhati sosial, serta masyarakat.

 

“Kita perlu pendekatan yang lebih menyeluruh. Sebelum kebijakan diterapkan, harus ada kajian komprehensif dan uji coba yang benar-benar mempertimbangkan dampaknya terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat,” pungkasnya.

 

Menurutnya, sistem ganjil genap seharusnya menjadi bagian dari strategi besar dalam penataan transportasi di Palembang, bukan sekadar solusi instan yang justru bisa menimbulkan permasalahan baru.

 

Wacana penerapan sistem ganjil genap di Palembang masih memerlukan kajian yang lebih mendalam dan sosialisasi yang lebih luas. Regulasi yang jelas, partisipasi publik, serta dukungan terhadap transportasi massal menjadi faktor kunci keberhasilan kebijakan ini. Jika tidak dilakukan secara matang, kebijakan ini berisiko menambah beban masyarakat dan tidak akan menyelesaikan permasalahan kemacetan secara menyeluruh.(Yanti/rilis)

 

Pos terkait