Opini: Daeng Supri Yanto SH MH. CMS.P
Palembang. Berita Suara Rakyat. Com
Dualisme dalam kepengurusan cabang olahraga tinju di Indonesia merupakan isu krusial yang memerlukan penyelesaian segera. Surat dari Komite Olahraga Nasional Indonesia Pusat (KONI Pusat) Nomor 1467/ORG/XI/2025, yang secara tegas menunjuk Persatuan Tinju Amatir Indonesia (PERTINA) sebagai satu-satunya organisasi tinju amatir yang resmi, menjadi momentum penting untuk mengakhiri polemik yang berkepanjangan ini.
*Analisis Situasi Dualisme:
Dualisme kepengurusan dalam cabang olahraga, terutama tinju, menciptakan berbagai dampak negatif yang merugikan semua pihak yang terlibat. Beberapa dampak tersebut antara lain:
1. Disintegrasi Pembinaan Atlet: Adanya dua organisasi yang saling mengklaim legitimasi menyebabkan kebingungan dan perpecahan di kalangan atlet, pelatih, dan wasit. Atlet berpotensi kehilangan kesempatan untuk berkompetisi di ajang yang lebih tinggi karena terikat pada organisasi yang tidak diakui oleh KONI.
2. Inefisiensi Pengelolaan Sumber Daya: Sumber daya yang seharusnya dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pembinaan dan pengembangan tinju menjadi terpecah dan tumpang tindih. Hal ini menghambat program-program pembinaan yang terencana dan berkelanjutan.
3. Ketidakpastian Hukum dan Administrasi: Dualisme menciptakan ketidakpastian hukum dan administrasi yang dapat menghambat penyelenggaraan kompetisi dan kegiatan tinju lainnya. Sponsor dan pihak-pihak terkait menjadi enggan untuk berinvestasi karena risiko yang tinggi.
4. Citra Buruk Olahraga Nasional: Konflik internal dalam tubuh organisasi olahraga mencoreng citra olahraga nasional di mata internasional. Hal ini dapat berdampak negatif pada kepercayaan investor dan dukungan dari masyarakat.
Urgensi Penegasan KONI Pusat:
Surat KONI Pusat Nomor 1467/ORG/XI/2025 merupakan langkah yang tepat dan strategis untuk mengakhiri dualisme kepengurusan tinju. Penegasan ini memberikan kejelasan hukum dan legitimasi kepada PERTINA sebagai satu-satunya organisasi tinju amatir yang berhak menyelenggarakan kegiatan dan membina atlet tinju di Indonesia.
Dengan adanya penegasan ini, KONI Provinsi diharapkan dapat lebih fokus dalam mendukung PERTINA dalam menjalankan program-program pembinaan dan pengembangan tinju di daerah masing-masing. Selain itu, penegasan ini juga memberikan kepastian bagi atlet, pelatih, dan wasit untuk berkarir dan berprestasi di bawah naungan organisasi yang resmi.
Implikasi bagi Kemajuan Olahraga:
Berakhirnya dualisme kepengurusan tinju akan membawa implikasi positif bagi kemajuan olahraga tinju di Indonesia, antara lain:
1. Pembinaan Atlet yang Terarah: Dengan adanya satu organisasi yang resmi, pembinaan atlet dapat dilakukan secara terarah dan berkelanjutan. Program-program pelatihan dan kompetisi dapat dirancang dengan lebih efektif dan efisien.
2. Peningkatan Prestasi Atlet: Dengan dukungan yang terfokus dan pembinaan yang berkualitas, atlet tinju Indonesia memiliki peluang yang lebih besar untuk meraih prestasi di tingkat nasional maupun internasional.
3. Pengelolaan Sumber Daya yang Efektif: Sumber daya yang ada dapat dikelola secara efektif dan efisien untuk mendukung program-program pembinaan dan pengembangan tinju.
4. Citra Positif Olahraga Nasional: Berakhirnya konflik internal dalam tubuh organisasi tinju akan meningkatkan citra positif olahraga nasional di mata internasional. Hal ini akan menarik minat investor dan dukungan dari masyarakat.
Kesimpulan:
Dualisme kepengurusan cabang olahraga tinju merupakan masalah serius yang menghambat kemajuan olahraga tinju di Indonesia. Surat KONI Pusat Nomor 1467/ORG/XI/2025 merupakan langkah penting untuk mengakhiri polemik ini dan memberikan kejelasan hukum bagi PERTINA sebagai satu-satunya organisasi tinju amatir yang resmi. Dengan berakhirnya dualisme, diharapkan pembinaan atlet dapat dilakukan secara terarah, prestasi atlet meningkat, pengelolaan sumber daya lebih efektif, dan citra olahraga nasional semakin positif.











