PALEMBANG. Berita Suara Rakyat. Com
Mantan dosen tetap Universitas Multi Data Palembang (MDP), Dr. Wijang Widhiarso, S.Kom., M.Kom., akhirnya angkat bicara soal permohonan pencabutan status sebagai Dosen Tetap di perguruan tinggi tersebut.
Melalui kuasa hukumnya dari SHS Law Firm, Sofhuan Yusfiansyah, S.H., M.H., didampingi tim hukum Sigit Muhaimin, S.H., M.H., Akbar Sanjaya, S.H., Septiani, S.H., dan Muhamad Khoiry Lizani, S.H., Dr. Wijang memberikan klarifikasi resmi usai dimintai keterangan oleh LLDikti Wilayah II.
Dalam keterangan resminya, Dr. Wijang menegaskan bahwa pengunduran dirinya semata-mata dilakukan untuk mendampingi istri dalam masa pemulihan, tanpa motif profesional maupun konflik pribadi.
“Saya hanya ingin fokus mendampingi istri dan keluarga, , tidak ada niat buruk. Tapi saya justru terkejut karena tiba-tiba harus berhadapan langsung dengan pengacara dari pihak kampus dengan mengirimkan somasi baik secara perdata maupun pidana. Padahal saya berharap persoalan ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan,” ujarnya.
Dr. Wijang juga menjelaskan bahwa inti persoalan terletak pada perbedaan tafsir atas kontrak tugas belajar, khususnya terkait masa pengabdian pasca studi yang mengacu pada rumus 2N (dua kali masa studi).
Dirinya menjelaskan, sesuai kontrak lamanya tugas belajar (1 september 2009 – 31 Agustus 2014= 5 Tahun), sehingga kewajiban pengabdian seharusnya berakhir antara tahun 2019 atau jika menggunakan 2N=2 x 5 = 10 + 2014 (akhir tugas belajar) = 2024.
Namun, pihak kampus menggunakan tanggal lulus ijazah tahun 2017 dan bukti pendanaan hingga tahun tersebut sebagai dasar bahwa masa studi berlangsung selama tujuh tahun. Konsekuensinya, pihak kampus mengklaim masa pengabdian baru berakhir pada 2031.
“Saya tidak pernah merasa melanggar perjanjian. Semua biaya kuliah dikelola langsung oleh pihak kampus. Menurut saya, masa tugas sudah selesai,” tegasnya.
Dr. Wijang juga mempertanyakan keberadaan dokumen surat pernyataan yang disebutkan oleh pihak kampus, di mana tertulis dirinya mengakui masa studi tujuh tahun dan bersedia mengabdi hingga 2031.
“Saya tidak memegang dan tidak ingat pernah menandatangani surat itu. Kalau memang ada, bolehkah saya melihat dokumen aslinya?” katanya.
Dari keterangan Dr. Wijang, diketahui saat ini, pihak kampus menuntutnya untuk mengembalikan biaya pendidikan beserta denda yang ditaksir mencapai hampir Rp700 juta. Namun, dirinya menyatakan keberatan dan menilai angka tersebut tidak realistis.
“Saya sudah tidak bekerja dan ingin fokus bersama keluarga. Kalau harus membayar ratusan juta, saya tidak sanggup. Tolong diperhitungkan juga kontribusi saya selama 23 Tahun yang jika dirupiahkan lebih dari Rp 700 Juta. Saya juga berharap bisa mencairkan BPJS Ketenagakerjaan untuk membantu,” ujarnya haru.
Dia juga menyatakan kesiapannya menyusun kronologi dan dokumen pendukung untuk membantu LLDikti memahami duduk perkara secara utuh.
“ Saya mencintai dunia pendidikan, saya ingin persoalan ini diselesai secara damai, masalah dapat diselesaikan dan memberikan kebaikan kepada semua,” tutup Dr. Wijang.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Kepala Bagian Umum LLDikti Wilayah II, Fansyuri Dwi Putra, menyampaikan bahwa pada 1 Agustus 2025, Kepala LLDIKTI Wilayah II telah memanggil kedua belah pihak, yakni Universitas Multi Data Palembang dan Dr. Wijang Widhiarso, S.Kom., M.Kom.
“Pemanggilan ini dilakukan untuk keperluan klarifikasi dan mediasi, berdasarkan surat nomor 197/LL2/ KP.04.06/2025 dan 198/LL2/ KP.04.06 /2025 tertanggal 31 Juli 2025,” jelas Fansyuri, pada Selasa (5/08/2025).
Lebih lanjut, Kepala Bagian Umum LLDikti Wilayah II, Fansyuri Dwi Putra, menjelaskan hasil pertemuan antara Universitas Multi Data Palembang (MDP) dan Dr. Wijang Widhiarso, S.Kom., M.Kom.
Ia menyebutkan, pada 17 Juli 2014, Dr. Wijang mengirimkan surat permohonan bantuan SPP/perpanjangan bantuan studi kepada Ketua STMIK GI MDP Palembang, ditandatangani di atas materai Rp6.000.
Kemudian pada 18 Desember 2017, yang bersangkutan menandatangani surat pernyataan bahwa masa ikatan dinas yang harus dijalani adalah selama 14 tahun 8 bulan 19 hari, berakhir pada 5 Oktober 2031.
Dalam surat tersebut, juga tercantum klausul bahwa jika ia mengundurkan diri atau diberhentikan karena kesalahan, maka wajib mengembalikan seluruh biaya pendidikan sebesar Rp349.110.954, ditambah denda sebesar 100% dari jumlah tersebut.
Fansyuri menambahkan, menurut klarifikasi dari Universitas MDP, pihak kampus telah dua kali menawarkan skema pengembalian dana, namun tidak mendapat tanggapan dari Dr. Wijang.
Universitas MDP menyatakan akan tetap menjunjung tinggi perjanjian yang telah disepakati dan siap menyelesaikan proses administrasi serta data setelah Dr. Wijang memenuhi kewajiban terlebih dahulu.
Pihak kampus juga meminta Dr. Wijang membuat permohonan maaf dan klarifikasi di media massa karena dinilai telah mencemarkan nama baik institusi.
“LLDikti Wilayah II akan kembali memanggil Dr. Wijang untuk klarifikasi. Jika beliau memilih jalur hukum, maka kami tidak akan ikut campur, karena hal tersebut di luar ranah kami,” tegas Fansyuri.
Sementara itu, dalam klarifikasinya, Dr. Wijang menyatakan bahwa berdasarkan surat perjanjian nomor: 014/Y-MDP/IX/R/2009 tanggal 10 September 2009, masa tugas belajar telah selesai karena hanya mencakup periode 1 September 2009 hingga 31 Agustus 2014 (5 tahun perkuliahan).
Ia juga menanggapi secara lisan tawaran skema pembayaran dari pihak kampus, dan menyatakan hanya sanggup mengembalikan dana sebesar Rp63 juta, yang bersumber dari BPJS Ketenagakerjaan dan Jaminan Hari Tua. Ia juga telah diminta menyusun kronologis tertulis untuk bahan pertimbangan lanjutan.
“LLDikti akan menyampaikan hasil pertemuan ini kepada pihak Universitas MDP dan berupaya menjembatani penyelesaian secara kekeluargaan.
Kami juga akan mencoba meminta agar pihak kampus mempertimbangkan keringanan, seperti penghapusan denda 100% sebagaimana tercantum dalam perjanjian,” jelasnya.
Jika permasalahan ini berlanjut ke ranah hukum, Fansyuri menegaskan, LLDikti Wilayah II akan menyerahkan sepenuhnya kepada kedua belah pihak.
“LLDikti tetap mendorong penyelesaian secara kekeluargaan. Hasil mediasi ini akan kami laporkan ke Biro Hukum Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi,” pungkasnya.
Disisi lain, hingga berita ini di terbitkan, Kuasa Hukum Yayasan Universitas MDP belum dapat dimintai tanggapan terkait prihal ini.(Yanti)